Jan 5, 2009

Kalam Al-Habib Salim bin Abdullah Asy-Syathiry (Menyambut Muharram 1430 H)

Menyambut Muharram 1430 H
Kalam Al-Habib Salim bin Abdullah Asy-Syathiry

Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah Yang memiliki keagungan dan
kemuliaan, Yang memiliki kekuatan dan kenikmatan, Yang memberikan
karunia kepada kita dengan kenikmatan iman dan Islam, Yang menjadikan
perputaran tahun sebagai sebab perpindahan manusia dari kehidupan
dunia menuju kehidupan akhirat. Shalawat dan salam semoga tercurahkan
kepada junjungan kita Muhammad, pemuka manusia yang terbaik dalam
berhaji, bershalat dan berpuasa, dan juga kepada para keluarga dan
para sahabatnya panutan umat.

Amma ba'du.

Bulan Muharram telah datang kepada kita. Dengan datangnya bulan yang
penuh berkah ini, kita menyambut tahun baru 1430 H dan meninggalkan
tahun sebelumnya 1429 H. Kita memohon kepada Allah untuk menjadikan
datangnya tahun hijriyah ini sebagai datangnya kebaikan, keberkahan,
kemenangan dan penguatan kepada Islam dan kaum muslimin, insya Allah.

Bulan Muharram adalah termasuk dari bulan-bulan haram. Disebutkan di
dalam hadits Nabi SAW berkenaan dengan turunnya firman Allah Ta'ala,

"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan,
dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di
antaranya empat bulan haram" (QS. At-Taubah: 36)

bahwa yang dimaksud empat bulan haram tersebut adalah Dzulkaidah,
Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Juga disebutkan di dalam hadits yang
lain bahwa paling utamanya puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa
bulan Muharram. Berpuasa satu hari di bulan Muharram menyamai puasa
tiga puluh hari.

Oleh karena itu, seharusnya bagi kita untuk menyambut bulan yang penuh
berkah ini dengan taubat nashuhah, dan berubah dari keadaan yang buruk
yang pernah dilakukan sebelumnya menuju ke keadaan yang baik.

Bulan Muharram ini dijadikan patokan sebagai awal tahun untuk
penanggalan hijriyah yang baru, meskipun sesungguhnya peristiwa hijrah
Nabi terjadi pada bulan Rabi'ul Awwal, akan tetapi bulan Muharram
ditetapkan sebagai bulan pertama dalam penanggalan hijriyah. Hal itu
terjadi pada tahun ke -17 H, pada masa khalifah Umar bin Khatthab ra.
Di saat itu para sahabat bersepakat menjadikan bulan Muharram sebagai
awal bulan dalam penanggalan hijriyah dikarenakan berbagai
pertimbangan, di antaranya, bahwa bulan Muharram adalah bulan yang
tiba sesudah kewajiban haji yang manusia dari berbagai penjuru
menunaikannya. Pertimbangan yang lain yaitu bahwa bulan Muharram
adalah bulan yang di dalamnya tercetus ketekadan berhijrah dimana
manusia saat itu atau para sahabat Rasulullah SAW bertekad untuk
berhijrah. Munculnya tekad dalam kaitannya dengan hijrah yang ke
Habasyah dan juga ke Madinah ini terjadi pada bulan Muharram. Sehingga
dengan pertimbangan-pertimbangan itulah bulan Muharram dijadikan
sebagai bulan pertama dalam penanggalan hijriyah.

Seharusnya pada bulan Muharram ini kita mempersiapkan diri untuk
menyambutnya dengan tekad kuat, usaha keras dan amal-amal kebajikan,
serta menjadikan pada setiap tahunnya lebih baik daripada tahun yang
sebelumnya. Karenanya seseorang pernah berkata,

"Wahai pemalas, betapa banyak engkau mengulur-ulur
taubatmu dari tahun ke tahun
dan engkau tidak tahu pada tahun manakah
yang mendatangimu sebagai tahun yang penuh kekurangan ataukah kesempurnaan"

Seputar bulan Muharram ini banyak manusia memperingati peristiwa
besar, yaitu hijrah Nabi SAW dari kota Mekkah menuju ke kota Madinah.
Dalam hal ini, istilah hijrah mengandung dua makna: yaitu hijrah
hissiyah dan hijrah ma'nawiyyah.

Adapun hijrah ma'nawiyyah adalah manusia meninggalkan kemaksiatan dan
bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya, berubah
dengan cara kehidupan yang baru dan menuju jalan kehidupan yang baru
yang membawanya, dengan tekad kuat, usaha keras dan amal-amal
kebajikan. Inilah yang dinamakan dengan hijrah ma'nawiyyah. Nabi SAW
menunjukkan hal ini pada Hadits Shahih yang menyebutkan,

"Seorang muslim adalah yang menjadikan kaum muslimin aman dari lisan
dan tangannya. Dan seorang yang berhijrah adalah orang yang berhijrah
dari apa-apa yang dilarang Allah atasnya"

Adapun hijrah hissiyah adalah berpindahnya manusia dari suatu tempat
ke tempat lain, yaitu berpindahnya manusia dari tempat kekufuran dan
kesyirikan menuju ke tempat yang Islami. Hijrah dengan makna ini
terbagi menjadi dua bagian:

1. hijrah yang telah berlalu dan selesai, yaitu hijrahnya kaum
muslimin dari Mekkah dimana saat itu merupakan tempat yang penuh
kekufuran dan kesyirikan, menuju ke kota Madinah Al-Munawwarah. Hijrah
yang seperti ini telah berakhir dengan Fath Mekkah (peristiwa
pembukaan kota Mekkah), dimana Rasulullah SAW berkata,

"Tidak ada hijrah setelah Fath (Mekkah)"

2. hijrah yang sampai sekarang selalu ada, yaitu hijrahnya manusia
dari suatu tempat kekufuran dan kerusakan dimana kaum muslimin tidak
sanggup untuk berdiam disana dalam rangka melaksanakan agamanya dan
mendidik anak-anaknya diatas ajaran Islam. Di saat itulah wajib
baginya untuk berhijrah menuju ke suatu tempat yang Islami yang
memungkinkan disana untuk melaksanakan agamanya. Hjrah dengan makna
ini sampai sekarang masih tetap ada. Setiap muslim yang tinggal di
tempat kekufuran, jika ia masih mampu melaksanakan agamanya dan
mendidik anak-anaknya dengan pendidikan Islam yang benar, maka tidak
jadi masalah ia tetap bermukim disana. Akan tetapi, jika ia tidak
mampu melaksanakan ajaran Islam di tempat tersebut, maka wajib baginya
untuk berhijrah ke tempat yang Islami sehingga ia mampu melaksanakan
ajaran agama Islam disitu. Sebagaimana firman Allah Ta'ala,

"Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan
menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya, 'Dalam
keadaan bagaimana kamu ini?.' Mereka menjawab, 'Adalah kami
orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah).' Para malaikat berkata,
'Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi
itu?.' " (QS. An-Nisa': 97).

Inilah makna istilah hijrah. Dan hijrah yang paling agung yang
tercatat dalam sejarah adalah hijrahnya Nabi SAW. Selanjutnya adalah
hijrahnya para nabi dan rasul. Tercatat di dalamnya adalah hijrahnya
Nabi Ibrahim dari Mesir menuju Palestina, dan hijrahnya Nabi Musa dari
Mesir menuju Madyan sebagaimana yang difirmankan oleh Allah,

"Dan Ibrahim berkata, 'Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada
Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku.' " (QS.
Ash-Shaaffaat: 99)

dan ayat-ayat lain yang membicarakan tentang hijrahnya kaum Muhajirin.
Istilah kaum Muhajirin sendiri adalah suatu julukan bagi para sahabat
yang ikut berhijrah dari Mekkah menuju kota Madinah. Sedangkan bagi
para sahabat yang berdiam di kota Madinah disebut dengan kaum Anshar.
Dan mereka semua adalah dalam kebaikan dan petunjuk.

Maka sudah seharusnya pada bulan Muharram ini kita menyebarkan kisah
tentang hijrahnya Nabi SAW. Disebutkan tentang hijrahnya beliau SAW
terjadi pada malam Kamis, hari pertama dari bulan Rabi'ul Awwal. Saat
itu berkumpulnya (kaum musyrikin) untuk menghabisi Nabi yang mana
direncanakan dengan matang pada hari Rabu terakhir pada bulan Safar,
yaitu pada tanggal 29 Safar. Malam harinya, yaitu malam Kamis awal
dari bulan Rabi'ul Awwal, Nabi SAW berhijrah menuju kota Madinah dan
sampai disana pada hari ke-12 Rabi'ul Awwal. Kisah ini banyak
diceritakan di dalam kitab-kitab sejarah.

Pada bulan Muharram ini juga banyak terjadi peristiwa-peristiwa besar
dalam sejarah yang membawa kegembiraan dan kesedihan. Terlalu panjang
untuk diceritakan (disini), akan tetapi yang paling besar sepanjang
sejarah, yang menghancurkan hati dan menangiskan kalbu, adalah
peristiwa syahidnya sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib ra di
Karbala pada hari Asyura', yakni hari ke-10 bulan Muharram. Dan sampai
sekarang pun masih terkenang bekas-bekas perbuatan keji yang dilakukan
oleh Yazid bin Muawiyah dan kroni-kroninya. Semoga Allah membalas
orang-orang yang berbuat hal itu dengan keadilan-Nya, bukan dengan
kemurahan-Nya. Adapun hakikatnya, sesungguhnya sayyidina Husain
tidaklah mendapatkan kecuali kesyahidan, kemuliaan yang agung dan
derajat yang tinggi di surga. Semoga Allah meridhoinya dan juga
orang-orang mati syahid bersamanya daripada keluarganya semuanya.

Dan pada hari Asyura' disunnahkan untuk berpuasa, sebagaimana sabda Nabi SAW,

"Berpuasa pada hari Asyura' menghilangkan dosa-dosa setahun sebelumnya."

Puasa Asyura' ini sebelumnya merupakan suatu puasa wajib berdasarkan
sumber-sumber Islam yang paling kuat, kemudian di-naskh (diganti)
dengan puasa Ramadhan.

Pada hari Asyura' ini seharusnya juga memberikan kelapangan pada
keluarga karena Nabi SAW bersabda sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn
Khuzaimah dalam Shahihnya,

"Barangsiapa memberikan kelapangan kepada keluarganya pada hari
Asyura', Allah akan memberikan kelapangan padanya sepanjang tahun."

Setiap amal kebajikan yang dituntut pada setiap waktu, juga dituntut
pada hari-hari yang suci, dan diantaranya adalah hari Asyura' tanpa
terkecuali. Akan tetapi yang paling utama untuk hal itu adalah puasa
dan memberikan kelapangan kepada keluarga sebagaimana yang
hadits-hadits shahih mengkhususkannya. Dan sudah seharusnya bagi
seorang mukmin untuk melakukannya dengan penuh semangat. Disamping itu
seharusnya seorang mukmin juga menambahkan amal-amal kebajikan,
seperti menyambung silaturrahmi, bersedekah, mengusap kepala anak
yatim, dan juga berziarah kepada orang-orang yang mempunyai keutamaan
dan ilmu.

Kita memohon kepada Allah Tabaraka wa Ta'ala pada seputar tahun ini
untuk melimpahkan kepada kita kebaikan, keberkahan, kemenangan dan
penguatan kepada Islam dan kaum muslimin, insya Allah.

Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Muhammad,
beserta keluarga dan para sahabatnya. Dan segala puji bagi Allah
penguasa alam semesta.

Source:Zawiya
[Diterjemahkan dari http://rubat-tareem.net/?ID=524]
(http://bisyarah.wordpress.com/2009/01/04/menyambut-muharram-1430-h/)