Apr 21, 2009

R.A. Kartini

Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Ia adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.

Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A. Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi, maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A. Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.

Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.

Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, dimana kondisi sosial saat itu perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.

Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.
Makam R.A. Kartini di Bulu, Rembang.

Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka. Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, RM Soesalit, lahir pada tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.

Berkat kegigihannya Kartini, kemudian didirikan Sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang pada 1912, dan kemudian di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah "Sekolah Kartini". Yayasan Kartini ini didirikan oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis.

Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, yang menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.


sumber: Wikipedia

Apr 17, 2009

First Time.... Bike to Work(B2W)

Akhirnya saya dapat mencoba yang namanya bike to work atau singkatan yang populernya adalah B2W. Hari ini Jum'at, 17 April 2009, saya bangun pagi sholat subuh (jam 5.00), kemudian tidur lagi, pada jam 06.20 bangun dan mulai melakukan pemanasan , agar tidak kaget, kemudian mempersiapkan accesories untuk dibawa di dalam tas (perlengkapan mandi, baju ganti, helm, masker, dll). Dan Jam 06.40, menikmati teh buatan istri dan telor 1/2 matang untuk power.
Pada jam 07.05, start mempersiapkan sepeda lipat saya, 07.10, berangkat dari rumah dengan dibekali roti coklat (2) oleh istriku tercinta. Rute saya untuk pertama kali adalah Duren tiga raya - tegalparang-kuningan-menteng-kebon sirih. Tanpa ada halangan, Alhamdullilah, saya dapat menggowes sepeda saya dengan lancar. Di kuningan saya menggunkan jalur cepat,menghindari motor yang seperti "laron" di jalur lambat. Di depan gedung ariobimo, saya melihat dari kejauhan member b2w juga (yang berada di jalur lambat) , dan saya berusaha mengejar, dan masuk jalur lambat dan merapat kebelakang biker tsb dan memberikan kode kriinngg...krinngg...yang kemudian dibalas dengan bell biker tsb tinnnkkk...tinnk.... yang artinya salam bikers. Kita pisah di Plaza 89 (Anteve), biker tsb belok, sedangkan saya harus lurus.

Kemudian sampai di jembatan menteng, saya memutuskan untuk istirahat sejenak untuk minum (harusnya beli tas yang langsung ada bladdernya, bisa jalan sambil minum) karena napas saya sedikit sesak akibat dari masker saya (salah beli masker). Setelah 5 menit istirahat, saya melanjutkan perjalanan menuju kantor tercinta (saat ini) yang dari jembatan kuningan sudah terlihat jelas. Sampai di kantor jam +/- 07.45 .

Untuk start awal B2W total 11 KM, bagi saya cukup ok lah, berhubung rute ini sudah pernah saya lakukan bersama kawan-kawan saya (Mumu dan Umar) sebelumnya pada hari minggu. Dilanjutkan dengan melipat sepeda, naik lift, parkir sepeda di ruangan saya, lalu mandi, dan akhirnya siap bekerja. Alhasil ini pengalaman pertama saya bike to work yang indah.

sampai ketemu di pengalaman baru saya lainnya.

Apr 7, 2009

Kajian tentang Thariqah Alawiyyah

Kalam Al-Imam Al-Qutub Al-Habib Abdullah bin Alawy Al-Atthas

Berkata Al-Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad,

“Bagus dan memang sudah sepatutnya bagi orang dari keluarga Bani Alawy untuk menyeru manusia dan mengajak mereka kepada jalan yang telah ditempuh oleh pendahulunya. Betapa buruknya kalau ia justru membuang thariqah salafnya dan menyerahkan dirinya untuk mengikuti suatu thariqah yang bukan sebaik-baiknya thariqah, semoga jangan demikian, yang seharusnya ia dapat mengambil barakah dengan memegang perjalanan hidup para pendahulunya dan menaruh keyakinan kepada mereka. Berkenaan dengan hal itu, seseorang dari keluarga Bani Alawy tidak akan mendapatkan keberkahan selama-lamanya jika ia membuang thariqahnya dan memakai atribut yang bukan atribut para pendahulunya (semoga Allah meridhoi mereka semua).”

Beliau juga berkata,

“Tidak ada seseorang yang mengikuti suatu thariqah para pendahulunya kecuali ia telah mencampur-adukkan thariqahnya, merubahnya dan menyelisihinya, kecuali keluarga Bani Alawy.”

Selanjutnya beliau berkata,

“Sesungguhnya Sayyid Muhammad bin Alwi Assegaf yang tinggal di kota Makkah pernah mengkritik beberapa orang dari keluarga Bani Alawy yang di masa itu melepaskan thariqahnya dan pindah ke thariqah lain.”

Ketika Syeikh Barakwah datang ke kota Tarim dengan tujuan untuk menarik dan mengajak Saadah Bani Alawy guna mengikuti thariqahnya, maka dalam tidurnya ia bermimpi bertemu dengan Al-Faqih Al-Muqaddam. Di saat itu, Al-Faqih Al-Muqaddam berkata kepadanya, “Keluar kau dari kota ini, agar keturunanku tidak terpedaya oleh kelakuanmu yang menarik itu.” Maka setelah itu, segera ia lari meninggalkan kota Tarim. Aku telah menyebutkan dengan panjang lebar kisah kuatnya hubungan Syeikh Barakwah dengan Sayyidina Syeikh Abubakar bin Salim dari Inat dalam kitabku Dzuhuur Al-Haqaaiq.

Lalu berkata Sayyiduna Abdullah bin Alwi Alhaddad, “Tarim. Tidak ada di dalamnya kecuali Allah, Rasul-Nya, Al-Faqih Al-Muqaddam dan thariqah orang-orang yang berendah diri di hadapan Allah. Tidak datang kepada kami kecuali darinya. Dan sungguh para salaf kami telah membuat landasan-landasan bagi kami di dalam berbagai urusan, maka tidaklah kami mengikuti seseorang kecuali mereka.”

[Diambil dari kitab Al-'Alam An-Nibroos, karya Al-Habib Abdullah bin Alawy Al-Atthas]

(http://bisyarah.wordpress.com/2009/04/05/kajian-tentang-thariqah-alawiyyah-8/)